I. PENDAHULUAN
Salah satu tantangan dalam pembangunan pertanian adalah adanya
kecenderungan menurunnya produktivitas
lahan. Disisi lain sumberdaya alam terus menurun sehingga perlu
diupayakan untuk tetap menjaga kelestariannya. Demikian pula dalam usahatani
padi, agar usahatani padi dapat berkelanjutan, maka teknologi yang diterapkan
harus memperhatikan faktor lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan
sosial, sehingga agribisnis padi dapat berlanjut.
Selama ini produksi padi nasional masih mengandalkan sawah
irigasi, namun ke depan bila hanya mengandalkan padi sawah irigasi akan
menghadapi banyak kendala. Hal tersebut disebabkan banyaknya lahan sawah
irigasi subur yang beralih fungsi ke penggunaan lahan non pertanian, tingginya
biaya pencetakan lahan sawah baru dan berkurangnya debit air. Dilain pihak
lahan kering tersedia cukup luas dan pemanfaatannya untuk pertanaman padi gogo
belum optimal, sehingga ke depan produksi padi gogo juga dapat dijadikan
andalan produksi padi nasional.
Salah satu strategi dalam upaya pencapaian produktivitas usahatani
padi adalah penerapan inovasi teknologi yang sesuai dengan sumberdaya pertanian
di suatu tempat (spesifik lokasi). Teknologi usahatani padi spesifik lokasi
tersebut dirakit dengan menggunakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
Pengelolaan tanaman
terpadu ( PTT ) merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil padi dan
efisiensi masukan produksi dengan
memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara bijak.
Melalui usaha ini
diharapkan (1) kebutuhan beras nasional dapat terpenuhi, (2) pendapatan petani
padi dapat ditingkatkan, (3) usaha pertanian padi dapat terlanjutkan.
Penerapan PTT dalam
intensifikasi padi merupakan penyempurnaan dari konsep sebelumnya yang
dikembangkan untuk menunjang peningkatan hasil padi seperti Supra Insus. Bahkan
Food and Agriculture Organization (FAO) telah mengadopsi Pengelolaan Tanaman
Terpadu sebagai penyempurnaan dari Pengelolaan Hama Terpadu (PHT).
Ada empat prinsif
dalam penerapan PTT :
1.
Terpadu : PTT
merupakan suatu pendekatan agar sumber
daya tanaman, tanah dan air dapat dikelola dengan sebaik-baiknya secara
terpadu.
2.
Sinergis: PTT memanfaatkan
teknologi pertanian terbaik, dengan memperhatikan keterkaitan yang saling
mendukung antar komponen teknologi.
3.
Spesifik lokasi: PTT memperhatikan
kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial budaya dan ekonomi
petani setempat.
4.
Partisipatif: berarti petani
turut berperan serta dalam memilih dan menguji teknologi yang sesuai dengan
kondisi setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran dalam bentuk
laboratorium lapangan.
Sedangkan Strategi PTT adalah sebagai berikut :
1. Anjuran teknologi didasarkan pada bobot sumbangan teknologi terhadap
peningkatan produktivitas tanaman, baik secara parsial maupun terintegrasi
dengan komponen teknologi lainnya.
2. Teknologi diperkenalkan dan diadopsi kepada petani secara bertahap.
Urutan anjuran
teknologi produksi padi pada PTT adalah :
1.
Penggunaan
varietas padi unggul atau varietas padi berdaya hasil tinggi dan atau bernilai
ekonomi tinggi.
2.
Penggunaan
benih bersertifikat dengan mutu bibit tinggi.
3.
Penggunaan
pupuk berimbang spesifik lokasi.
4.
Penggunaan
kompos bahan organik dan atau pupuk kandang sebagai pupuk dan pembenah tanah.
5.
Pengelolaan bibit dan tanaman padi sehat melalui :
·
Pengaturan
sistem tanam legowo, tegel, maupun sistem tebar benih langsung, dengan tetap
mempertahankan populasi minimum.
·
Penggunaan
bibit dengan daya tumbuh tinggi, cepat dan serempak yang diperoleh melalui
pemisahan benih padi bernas (berisi penuh),
·
Penanaman
bibit umur muda dengan jumlah bibit terbatas yaitu antara 1-3 bibit/lubang,
·
Pengaturan pengairan dan pengeringan berselang, dan
·
Pengendalian
gulma secara terpadu dengan menggunakan gasrok.
6.
Pengendalian
hama dan penyakit dengan pendekatan terpadu.
7.
Penggunaan
alat perontok gabah mekanis ataupun mesin.
Manfaat dan dampak
dari penerapan PTT adalah sebagai berikut :
- PTT membantu memecahkan masalah pelandaian produktivitas (padi, jagung, kedelai)
- Intensifikasi (padi, jagung, kedelai) yang dikembangkan bersifat spesifik lokasi bergantung pada kondisi sumberdaya pertanian di wilayah petani dan masalah yang akan diatasi (demand driven technology)
- Komponen teknologi yang dirakit ditentukan oleh petani bersama penyuluh berdasarkan Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP) atau Pemahaman Masalah dan Peluang (PMP)
- Penerapan PTT diharapkan dapat meningkatkan stok pangan (beras, jagung, kedelai), pendapatan petani dan kelestarian lingkungan usahatani padi).
II. PERBEDAAN PTT DENGAN SRI (SYSTEM RICE OF
INTENSIFICATION)
Pada
dasarnya teknologi yang diterapkan oleh model PTT dan SRI sama, hanya
strateginya berbeda. Strategi SRI lebih
dipusatkan pada penggunaan bahhan organik.
Penggunaan bahan organik yang diintegrasikan dengan teknik pengairan
berkala akan mampu menyediakan hara untuk kebutuhan tanaman padi. Namun bahan organik yang dibutuhkan cukup
banyak yaitu sekitar 10 ton kompos/ha/musim, yang pada prakteknya sulit
dipenuhi dalam sakala usaha padi yang luas dan akan menambah biaya tenaga kerja
untuk aplikasinya.
Tujuan SRI dan PTT
pada prinspinya juga sama yaitu untuk meningkatkan produksi dengan target
segmen petani yang berbeda dan pengelola yang berbeda.
Perbedaan antara PTT
dan SRI adalah sebagai berikut : (1) pendekatan SRI berbentuk paket teknologi
yang diyakini dapat diterapkan pada semua kondisi, (2) komponen teknologi SRI
mudah diadopsi petani, (3) pendekatan pengembangan SRI adalah sistem belajar
orang dewasa sehingga petani merasa diberi posisi yang tepat sebagai subyek
perubahan.
Perbedaan lebih
lanjut dari PTT dan SRI adalah sebagai
berikut : (1) PTT bertujuan meningkatkan produktivitas dan efisiensi input
seperti benih, pupuk dan pestisida, (2) PTT diterapkan berdasarkan spesifik
lokasi, (3) PTT berorientasi pada proses produksi rasional dan ramah
lingkungan, (4) PTT menggunakan pendekatan keproyekan, dan (5) PTT menggunakan
cara transfer teknologi satu arah.
Lebih jelasnya
perbedaan komponen teknologi pada pendekatan SRI dan PTT dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan Komponen Teknologi Pada
Pendekatan SRI dan PTT
No
|
Perlakuan
|
SRI
|
PTT
|
1.
|
Dosis
Pupuk Anjuran
|
bahan
organik 10 ton/ha
|
Sesuai
Kepmen Pertanian No. 1, 2006. Pupuk anorganik dan pupuk organik, BWD dan PUTS
atau petak omisi
|
2.
|
Seleksi Benih
|
Pemilihan benih bernas dengan telur dan air
garam
|
Pemilahan
benih bernas dengan air garam atau ZA (3%)
|
3.
|
Varietas
|
Varietas
lokal atau unggul baru
|
Varietas
unggul baru, varietas unggul tipe baru dan varietas unggul hibrida
|
4.
|
Persemaian
|
Persemaian
kering
|
Persemaian
basah diaplikasi kompos, sekam dan pupuk
|
5.
|
Tanam
Bibit
|
7
– 14 HSS
|
10
– 21 HSS atau semuda mungkin; gunakan bibit umur agak tua di daerah endemis
keong mas
|
6.
|
Jumlah
Bibit/ Lubang
|
1
|
1
– 3 bibit; bibit sesedikit mungkin
|
7.
|
Jarak
Tanam
|
30
cm x 30 cm atau lebih lebar
|
VUB/VUTB
20 cm x 20 cm
VUH
25 cm x 25 cm
Legowo
2:1; tanam benih langsung sesuai dengan keadaan lokasi
|
8.
|
Hama
Penyakit
|
Pengendalian
hayati
Pestisida
hayati dan pestisida nabati
|
Prinsip
PHT
Bila
perlu berdasarkan hasil monitoring dapat digunakan pestisida kimia, hayati
dan nabati maupun kombinasinya.
|
9.
|
Pengelolaan
Gulma
|
Penyiangan
mekanis/ landak 4 kali
|
Prinsip
Pengendalian Gulma Terpadu (PGT) menggunakan landak dan bila perlu menggunakan
herbisida kimia atau penyiangan
|
10.
|
Pengairan
|
Tanah
dipertahankan lembab hingga retak-retak selama vegetatif
|
pengairan
berselang (intermitten irigation)
penggunaan
air dengan sistem basah kering (AWD/ Alternate
Wet dan Dry)
|
11.
|
Penanganan
Pasca Panen
|
gebot
|
Mesin
perontok dan gebot disesuaikan dengan kondisi petani
|
12.
|
Metode
pendekatan
|
Pemahaman
Ekologi Tanah (PET)
|
Partisipatory
Rural Appraisal (PRA)
|
13.
|
Kelembagaan
|
Pemberdayaan
Kelompok
|
SIPT,
KUAT, KUM
|
14.
|
Pendekatan
Diseminasi
|
Kelompok
studi petani, individu, demplot
|
Kelompoktani,
hamparan, demfarm
|
15.
|
Hasil
Gabah
|
6,9
– 8,5 ton/ha GKP *)
|
5,0
– 8,5 ton ton/ha GKG **)
|
16.
|
Peningkatan
Hasil
|
0,2
– 1,1 ton/ha
|
0,3
– 2,3 ton/ha
|
17.
|
Pendapatan
Bersih
|
Rp.
2.240.000,-
|
Rp.
4.580.000,-
|
Keterangan
: *) hasil wawancara petani di Garut, diperoleh dari percobaan petani dari
areal seluas 1000 – 2000 m2, pada sebagian saja lahan milik petani;
**) hasil percobaan di 18 lokasi di 8 Propinsi.
III. PENINGKATAN HASIL MELALUI PENDEKATAN PTT
Budidaya padi model PTT pada prinsipnya
memadukan berbagai komponen teknologi yang saling menunjang (sinergis) guna
meningkatkan efektivitas dan efisiensi usahatani. Kemajuan teknologi seperti perakitan varietas
baru, Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL), peningkatan monitoring hama/penyakit
dan penggunaan bahan organik yang disertai dengan penerapan beberapa komponen
teknologi yang saling menunjang (penyiangan dengan alat gasrok, pengairan
berselang, penggunaan bibit tunggal dan cara tanam). Sinergi antar komponen teknologi pada PTT
dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Sinergisme Antar Komponen Teknologi
Dalam Penerapan Model PTT
Komponen Teknologi
|
Sinergi Dengan
Faktor Lain
|
Keterangan
|
Penyiangan
dengan alat gasrok/landak
|
Cara
pemupukan
Pemberian
bahan organik
|
§
Pupuk dapat terbenam (deep placement), sehingga kehilangan hara berkurang
§
Gulma menjadi sumber hara
§
Aerasi tanah meningkat, pupuk lebih efisien
§
Suasana aerob mengurangi akumulasi bahan-bahan yang
bersifat toksik didalam tanah
§
Suplai oksigen untuk perkembangan akar lebih baik.
|
Pengairan
berselang
|
Pertumbuhan
akar
|
§
Perkembangan akar lebih pesat dan lebih dalam
§
Penyerapan hara menjangkau lapisan tanah lebih dalam
§
Tanaman tahan rebah pada saat musim hujan karena akar
yang kokoh, dan terhindar dari penyakit kuning (yellowing syndrome) karena kelembaban berkurang
|
Absorpsi
oksigen oleh akar
|
§
Suplai oksigen untuk respirasi akar meningkat ,
perkembangan perakaran ke lapisan tanah lebih dalam, akibatnya tanaman tumbuh
lebih kokoh dan pembenetukan anakan lebih banyak
|
|
Serangan
hama dan penyakit
|
§
Perkembangan hama dan penyakit terutama wereng coklat
dan penggerek batang (hama tanaman) serta penyakit kresek (HDB) terhambat
dengan penerapan irigasi berselang
karena kelembaban lingkungan mikro berkurang
|
|
Penggunaan
bibit muda
|
§
Mengurangi stress tanaman, recovery bibit lebih cepat akibatnya pembentukan anakan lebih
banyak
|
|
Penggunaan
bibit tunggal/lubang tanam
|
Persaingan
antar tanaman
|
§
Persaingan antar individu tanaman berkurang . anakan lebih banyak, penggunaan benih
menurun (25 menjadi 15 kg/ha)
|
Cara
tanam legowo
|
Serangan
hama dan penyakit
|
§
Gangguan hama tikus berkurang
§
Sirkulasi udara antar lebih baik, sehingga mengurangi
serangan penyakit
§
Wereng hijau tidak meneyebar, mengurangi serangan
penyakit tungro
§
Perawatan tanaman lebih mudah dan efisien
|
Penggunaan
bahan organik
|
Pemupukan
|
§
Fisik, kimia dan biologi tanah diperbaiki
§
Efisiensi penggunaan pupuk anorganik meningkat (sekitar
30 %)
§
Serangga netral meningkat, sebagai mangsa musuh alami.
|
Adapun alternatif
komponen teknologi yang dapat
diintroduksikan dalam pengembangan model PTT secara rinci sebagai berikut :
1. Varietas Unggul
Varietas
padi merupakan salah satu teknologi utama yang mampu meningkatkan produktivitas
padi dan pendapatan petani.Dengan tersedianya varietas padi yang telah dilepas
pemerintah,kini petani dapat memilih varietas yang sesuai dengan kondisi
lingkungan setempat,berdaya hasil dan berjual nilai tinggi.Varietas padi
merupakan teknologi yang paling mudah disdopsi petani karena teknologi ini murah
dan penggunaanya sangat praktis.
Pada
tabel 1 disajikan varietas-varietas padi yang paling luas ditanam petani di
beberapa propinsi.
Tabel 1. Daftar
varietas padi yang umumnya ditanam di berbagai provinsi.
Varietas
|
Hasil
Ton/ha)
|
Umur
Tanaman
(hari )
|
Ketahanan
Terhadap
Hama/penyakit
|
Kandungan
amilosa
|
IR 64
|
5,0
|
115
|
BPH 1 2
|
Sedang
|
Ciherang
|
8,5
|
125
|
BPH2,3, BLB
|
Sedang
|
Ciliwung
|
4,8
|
121
|
BPH 1,2 BLB
|
Sedang
|
Way Apo Buru
|
8,0
|
125
|
BPH 1,2 BLB
|
Sedang
|
IR 42
|
5,5
|
145
|
BPH 1,2
|
Tinggi
|
Widas
|
7,0
|
120
|
BPH 1,2,3 BLB
|
Sedang
|
Membramo
|
6,5
|
120
|
BPH 1,2,3 BLB
|
Rendah
|
Cisadane
|
5,5
|
120
|
BPH 1,3
|
Sedang
|
IR 66
|
5,0
|
120
|
BPH 1,2,3, RTV
|
tinggi
|
BPH = ( Wereng Coklat )
B = Blast
2. Benih Bermutu
Penggunaan
benih bersertifikat dan benih dengan vigor tinggi sangat disarankan,karena :
a.
Benih
bermutu akan menghasilkan bibit yang sehat dengan akar yang banyak,
b.
Benih
yang baik akan menghasilkan perkecambahan dan pertumbuhan yang seragam,
c.
Ketika
ditanam pindah,bibit dari benih yang baik dapat tumbuh lebih cepat dan
tegar,dan
d.
Benih
yang akan memperoleh hasil yang tinggi.
Untuk
daerah yang sering terserang hama penggerek batang,perlakuan benih dengan
pestisida berbahan fipronil.Perlakuan pestisida ini juga dapat membantu
mengendalikan keong mas.
3. Bibit Muda.
Bibit
lebih muda akan menghasilan anakan lebih tinggi dibandingkan dengan bibit tua
untuk mendapatkan bibit yang petumbuhannya lebih baik perhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a.
Persiapan
Pembibitan
Benih
dipilih yang betul-betul bernas, kemudian cuci dengan air bersih supaya
terbebas dari sisa pupuk atau garam, kemudian direndam selama 24 jam dan
selanjutnya ditiriskan selama 48 jam.
Bedengan
pembibitan dibuat dengan lebar 1,0 – 1,2 m dengan panjang bervariasi menurut
keadaan tanah, dengan luas pembibitan 400 m². dengan kebutuhan benih/ha 20-25
kg. diusahakan lokasi pembibitan dekat dengan sumber air dan memiliki drainase
yang baik
b.
Gunakan
Bahan Organik pada Pembibitan
Campuran
kompos terhadap media semai sebanyak 2 kg untuk setiap m². disamping memberikan
unsur hara juga dapat memudahkan pencabutan
bibit sehingga kerusakan akar bisa berkurang.
Gambar 1. Bibit Siap
Tanam
c.
Lindungi
bibit padi dari serangan hama
Tikus
paling suka terhadap benih yang baru disebar, maka pencegahannya yaitu dengan
cara pembibitan dipagari dengan plastik
kemudian pasang bubu perangkap pada pagar plastik untuk mengendalikan
tikus sejak dini.
4. Jumlah Bibit dan Sistem Tanam ( Populasi )
Direkomendasikan
menanam bibit per rumpun dengan jumlah yang lebih sedikit.Jumlah bibit yang
ditanam tidak lebih dari 3 bibit per rumpun. Lebih banyak jumlah bibit per rumpun,lebih
tinggi kompetisi antar bibit (tanaman)
dalam satu rumpun.
Gambar 2. Tanam
(Tandur)
Gunakan
jarak tanam beraturan seperti pada model tegel : 20 x 20 cm, 25 x 25 cm.
apabila sistem legowo 4 : 1 dengan jarak tanam (20 x 10 cm) x 40 cm contoh
legowo 2 : 1 (40 x 20 x 10 cm). Cara
tanam berselang- seling 2 baris dan 1 baris kosong.
Keuntungan
sistem jajar legowo adalah :
- semua barisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir yang biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanam pinggir pengendalian hama penyakit dan gulma lebih mudah
- menyediakan ruangan kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpul keong mas, atau untuk mina padi.
- penggunaan pupuk lebih berdaya guna.
Rumpun yang hilang karena tanaman mati, terlewat
ditanami, atau rusak karena hama segera ditanami ulang tidak lewat dari 14 HST.
Bibit yang ditanam berasal dari bibit yang sama yang digunakan untuk tanam
sebelumnya.
Gambar 3. Sistem Tanam
Legowo 2:1
Tabel 2. Populasi tanaman per hektar
pada berbagai jarak tanam
No
|
Cara Tanam
|
Populasi tanaman
tiap hektar
|
% terhadap populasi
model tegel
|
1
|
Tegel
20 x 20 cm
|
250.000
|
100
|
2
|
Tegel
22 x 22 cm
|
206.661
|
100
|
3
|
Tegel
25 x 25 cm
|
160.000
|
100
|
4
|
Legowo
2:1 (10 x 20 cm)
|
333.333
|
133
|
5
|
Legowo
3:1 (10 x 20 cm)
|
375.000
|
150
|
6
|
Legowo
4:1 (10 x 20 cm)
|
400.000
|
160
|
7
|
Legowo
2:1 (12,5 x 25 cm)
|
213.000
|
133
|
8
|
Legowo
3:1 (12,5 x 25 cm)
|
240.000
|
150
|
9
|
Legowo
4:1 (12,5 x 25 cm)
|
256.000
|
160
|
5. Pemupukan N berdasar Bagan Warna Daun ( BWD )
Kebutuhan
N tanaman dapat diketahui dengan cara mengukur tingkat kehijauan warna daun
padi menggunakan Bagan Warna Daun (BWD).
Gambar 4. Bagan Warna
Daun (BWD)
Pembacaan BWD adalah sbb:
- Apabila warna daun berada pada skala 3 BWD, gunakan 75 kg urea/ha bila tingkat hasil 5 ton/ha GKG. Tambahkan 25 kg urea untuk kenaikan setiap kenaikan 1 ton/ha
- Apabila warna daun mendekati skala 4 BWD, gunakan 50 kg urea/ha bila tingkat hasil 5 ton/ha GKG. Tambahkan 25 kg urea untuk kenaikan setiap kenaikan 1 ton/ha.
- Apabila warna daun pada skala 4 BWD atau mendekati skala 5 BWD tanaman tidak perlu dipupuk N bila tingkat hasil 5-6 ton/ha GKG. Tambahkan 50 kg/ha urea jika tingkat hasil di atas 6 ton/ha. Selanjutnya gunakan Tabel 3 untuk menyesuaikan kebutuhan pupuk N berdasar rata-rata tingkat hasil.
Penggunaan
BWD untuk menentukan waktu aplikasi pupuk N bisa dilakukan dengan 2 cara :
- Waktu tetap (fixed time) yaitu waktu pemupukan ditetapkan lebih dahulu berdasarkan tahap pertumbuhan tanaman, antara lain fase pada saat anakan aktif dan pembentukan malai atau saat primordia. Nilai pembacaan BWD digunakan untuk mengoreksi dosis pupuk N yang telah ditetapkan sehingga menjadi lebih tepat sesuai dengan kondisi tanaman.
- Berdasarkan Nilai pembacaan BWD yang sebenarnya (real time ), yaitu penggunaan BWD dimulai ketika tanaman 14 HST, kemudian secara periodik diulang 7-10 hari sekali sampai diketahui nilai L/kritis saat pupuk N harus diaplikasikan. Untuk kondisi Indonesia disarankan untuk menggunakan fixed time.
Contoh waktu tetap :
Anakan
Primordia
Aktif
Dasar keluar
malai panen
Transplanting Ke 1 Ke 2 ke 3
-20 -10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
100 HST
Dasar ke -1
sblm 14 HST
|
Ke-2
23 – 29 HST
|
Ke-3
38 – 42 HST
|
|||||
30 kg N/ha
|
Berdasarkan BWD, kg
Urea/ha
|
Berdasarkan BWD, kg
Urea/ha
|
Musim hasil tinggi
Target hasil 7 t/ha
|
||||
BWD > 4
|
75
|
BWD > 4
|
125
|
||||
BWD = 4
|
100
|
BWD = 4
|
125
|
||||
BWD >4
|
125
|
BWD >4
|
175
|
||||
0-20 kg N/ha
|
Berdasarkan BWD, kg
Urea/ha
|
Berdasarkan BWD, kg
Urea/ha
|
Musim hasil rendah
Target hasil 6 t/ha
|
||||
BWD > 4
|
50
|
BWD > 4
|
75
|
||||
BWD = 4
|
75
|
BWD = 4
|
100
|
||||
BWD >4
|
100
|
BWD >4
|
125
|
6. Pemupukan P dan K berdasarkan Status Hara Tanah.
Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) dan Petak Omisi.
PUTS
merupakan suatu perangkat untuk mengukur hara P, K dan pH tanah yang dapat
dikerjakan secara langsung di lapangan dengan relatif cepat, mudah, dan cukup
akurat. Prinsif kerja PUTS ini adalah untuk mengukur hara P dan K tanah yang terdapat dalam bentuk
tersedia, secara semi kuantitatif dengan metode kolorimetri (pewarnaan ).
Pengukuran status P dan K tanah dikelompokan menjadi tiga katagori yaitu rendah
(R), sedang (S), dan tinggi (T). dari masing-masing kelas status P dan K tanah
sawah telah dibuatkan acuan pemupukan P (dalam bentuk SP-36) dan K (dalam
bentuk KCl). Tabel 2 memuat acuan umum pemupukan P dan K berdasarkan status
hara tanah.
Mengingat
bahwa sekitar 80 % kalium yang terserap tanaman berada pada jerami, maka cara
pengelolaan jerami sehabis panen sangat menentukan dosis pupuk kalium yang harus
digunakan.
Gambar 5. PUTS (Perangkat Uji Tanah Sawah)
Pemecahan Masalah Kesuburan Tanah
Belum
optimalnya hasil tanaman padi pada beberapa lahan sawah di beberapa daerah
dapat disebabkan oleh kahat beberapa hara seperti belerang (S), seng (Zn) dan
tembaga (Cu). Untuk mengatasi adanya kendala tersebut maka perlu diukur tingkat
kemasaman tanah (pH) dan analisa.
Tabel 3.a.
Acuan Umum Pemupukan fosfor pada tanaman padi sawah
Kelas Status
hara P tanah
|
Kadar hara
terekstrak
HCl 25 % (mg
P2O5/100 g)
|
Dosis acuan
pemupukan P (kg SP-36/ha)
|
Rendah
|
< 20
|
100
|
Sedang
|
20 – 40
|
75
|
Tinggi
|
> 40
|
50
|
Tabel 3.b. Acuan Umum Pemupukan kalium pada tanaman padi sawah dengan dan tanpa
jerami padi
Kelas Status
hara K tanah
|
Kadar hara
terekstrak
HCl 25 % (mg P2O5/100
g)
|
Dosis acuan
pemupukan P (kg SP-36/ha)
|
Rendah
|
< 20
|
100
|
Sedang
|
10 – 40
|
50
|
Tinggi
|
> 20
|
50
|
Tanah sebagai
indikator kebutuhan hara tanaman seperti disajikan pada tabel 4, 5 dan 6.
Tabel 4.
Acuan Umum Pemupukan Kalium sesuai dengan target hasil yang ingin dicapai
dankemampuan suplai K tanah (apabila seluruh jerami dikembalikan )
Target hasil (t/ha)
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
Hasil Omision-K
(t/ha)
|
Dosisi Acuan pemupukan K (kg KCl/ha)
|
||||
3
|
50
|
100
|
150
|
||
4
|
0
|
50
|
100
|
150
|
|
5
|
0
|
50
|
100
|
150
|
|
6
|
20
|
60
|
120
|
||
7
|
40
|
90
|
|||
8
|
60
|
Tabel 5. Kebutuhan Pupuk S tanaman padi sawah
pH tanah
|
Nilai Uji S tanah
(esktraksi 0,5 M (CaHPO4)
|
|
< 10 ppm S
|
> 10 ppm S
|
|
> 6,5
|
10 kg serbuk S/ha
atau 50 kg ZA/ha, sebagai pupuk dasar menggantikan pupuk dasar Urea.
|
Tidak perlu diberi
S
|
6,0 – 6,5
|
5 kg serbuk S/ha
atau 20 kg ZA/ha, sebagai pupuk dasar melengkapi pupuk dasar urea.
|
Tidak perlu diberi
S
|
< 6,0
|
20 kg ZA/ha,
sebagai pupuk dasar menggantikan pupuk dasar urea
|
Tidak perlu diberi
S
|
Tabel 6. Kebutuhan pupuk Zn tanaman padi
sawah
pH tanah
|
Nilai Uji Zn tanah
(esktraksi 1 N HCl )
|
|
< 10 ppm Zn
|
> 10 ppm Zn
|
|
> 6,5
|
5 kg ZnSO4,
diberikan sebagai pupuk dasar, caranya dilarutkan dalam 250 liter air/ha
disemprotkan ke tanah sewaktu perataan tanah atau dicampur rata dengan pupuk
SP 36 yang juga diberikan sebagai pupuk dasar.
|
Pemberian Zn
melalaui daun, yaitu 2,5 kg ZnSO4 dilarutkan dalam 250 liter air/ha,
disemprotkan ke tanaman padi fase vegetatif akhir.
|
6,0 – 6,5
|
2,5 kg ZnSO4,
diberikan sebagai pupuk dasar, caranya dilarutkan sebagai pupuk dasar,
caranya dilarutkan dalam 250 liter air/ha. Disemprotkan ke tanah sewaktu
perataan tanah atau dicampur rata dengan pupuk SP-36 yang juga diberikan
sebagai pupuk dasar.
|
Bibit padi
dicelupkan sebelum ditanam pada
larutan 1 % ZnSO4 selama 2 menit.
|
< 6,0
|
Bibit padi
dicelupkan sebelum ditanam pada larutan 1 % ZnSO4 selama 2 menit
|
Tidak perlu diberi
Zn
|
Keracunan Besi ( Fe)
Keracunan
besi pada tanaman padi terjadi karena tingginya konsentrasi Fe dalam larutan
tanah. Tanaman muda yang baru di tanam di lapangan sering terpengaruh oleh
tingginya konsentrasi ion fero (Fe²+) setelah lahan digenangi. Warna hitam
Fe-Sulfida di akar merupakan tanda kondisi sangat reduktif dan tanaman
keracunan Fe. Drainase dapat menanggulangi keracunan Fe.
7. Bahan Organik
Pupuk organik
dalam bentuk yang telah dikomposkan berperan penting dalam perbaikan sifat
kimia,fisika dan biologi tanah serta sumber nutrisi tanaman.Pupuk organik yang
dikomposkan telah melalui proses dekomposisi yang dilakukan oleh beberapa macam
mikroba baik dalam kondisi aerob maupun anaerob sehingga mudah diserap oleh
tanaman.
Sumber
bahan organik seperti sisa-sisa tanaman (jerami, batang, dahan), sampah rumah
tangga, kotoran ternak ( sapi, domba, ayam ), arang sekam, abu dapur. Secara
umum kandungan nutrisi hara dalam pupuk organik tergolong rendah dan agak
lambat tersedia, sehingga diperlukan dalam jumlah cukup banyak.
8. Pengairan Berselang
Pengairan
berselang (Intermitten) ditujukan
untuk pengaturan kondisi lahan dalam keadaan kering dan tergenang secara bergantian.
Tujuan
pengairan berselang adalah:
- Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi lebih luas
- Memberi kesempatan akar tanaman memperoleh udara lebih banyak sehingga dapat berkembang lebih dalam. Akar yang dalam dapat menyerap unsur hara dan air yang lebih banyak.
- Mencegah timbulnya keracunan besi.
- Mencegah penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat perkembangan akar.
- Mengaktifkan jasad renik (mikroba tanah) yang bermanfaat.
- Mengurangi kerebahan
- Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai dan gabah).
- Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen
- Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah)
- Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama wereng coklat dan penggerek batang serta mengurangi kerusakan tanaman padi karena hama tikus.
Cara
pengelolaannya adalah sebagai berikut :
- Lakukan teknik pergiliran pengairan dalam satu musim tanam. Bibit ditanam pada kondisi tanah jenuh air dan petak sawah baru diairi lagi setelah 3-4 hari. Pengelolaan air selanjutnya diatur sebagai berikut :
1)
lakukan
pergiliran air selang 3 hari. Tinggi genangan pada hari pertama lahan diairi
sekitar 3 cm dan selama 2 hari berikutnya tidak ada penambahan air. Lahan sawah
diairi lagi pada hari ke-4. cara pengairan ini berlangsung sampai fase anakan
maksimal.
2)
Mulai
dari fase pembentukan malai sampai pengisian biji, petakan sawah digenangi
terus.
3)
Sekitar
10-15 hari sebelum tanaman sipanen, petakan dikeringkan.
- Lakukan pengairan berdasar ketersediaan air. Perhatikan ketersediaan air selama musim tanam. Apabila sumber air tidak cukup menjamin selama satu musim, maka lakukan pengairan bergilir dengan periode lebih lama sampai selang 5 hari.
- Lakukan pengairan dengan mempertimbangkan sifat fisik tanah. Pada tanah berpasir dan cepat menyerap air, waktu pergiliran pengairan harus diperpendek.
9. Pengendalian Gulma Secara Terpadu
Gulma
dikendilakan dengan cara pengolahan tanah sempurna, mengatur air di petak
sawah, menggunakan benih padi bersertifikat, hanya menggunakan kompos sisa
tanaman dan kompos pupuk kandang, dan ,menggunakan herbisida apabila enfestasi
gulma sudah tinggi. Pengendalian gulma secara mekanis seperti dengan gasrok
sangat dianjurkan, oleh karena cara sinergis dengan pengelolaan lainnya. Namun cara
ini hanya efektif dilakukan apabila kondisi air di petakan sawah macak-macak
atau tanah jenuh air.
10. Pengendalian Hama dan Penyakit secara Terpadu
Pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) merupakan pendekatan
pengendalian yang memperhitungkan faktor ekologi sehingga pengendalian dilakukan agar tidak
terlalu mengganggu keseimbangan alami dan tidak menimbulkan kerugian besar. PHT
merupakan paduan berbagai cara
pengendalian hama dan penyakit, diantaranya melakukan monitoring
populasi hama dan kerusakan tanaman sehingga
penggunaan teknologi pengendalian dapat lebih tepat.
Hama yang sering menyerang tanaman padi sawah adalah :
a.
Keong Mas
Waktu kritis untuk pengendalian keong mas adalah pada saat 10 HST
pindah, atau 21 HSS benih (semai basah). PHT pada keong mas dilakukan sepanjang
pertanaman dengan rincian sebagai berikut:
§
Pratanam: Ambil keong mas dan musnahkan sebagai cara mekanis.
§
Persemaian:
Ambil keong mas dan musnahkan, sebar benih lebih banyak untuk sulaman dan
bersihkan saluran air dari tanaman air seperti kangkung.
§
Stadia
vegetatif: Tanam bibit yang agak tua (>21 hari) dan jumlah bibit lebih
banyak, keringkan sawah sampai 7 HST, tidak aplikasi herbisida sampai 7 HST,
ambil keong mas dan musnahkan, pasang saringan pada pemasukan air, umpan dengan
menggunakan daun talas dan pepaya, pasang ajir agar siput bertelur pada ajir,
ambil dan musnahkan telur siput pada tanaman dan Aplikasikan pestisida
anorganik dan nabati seperti saponin dan
rerak sebanyak 20-50 kg/ha sebelum tanam pada caren.
§
Stadia
generatif dan setelah panen: Ambil keong mas dan musnahkan, dan gembalakan itik
setelah padi panen
b.
Wereng Coklat
Wereng
coklat menyukai pertanaman yang dipupuk nitrogen tinggi dengan jarak tanam rapat. Ambang ekonomi hama ini adalah 15
ekor per rumpun. Siklus hidupnya 21-33 hari. Cara pengendaliannya sbb:
§
Gunakan
varietas tahan wereng coklat, seperti: Ciherang, Kalimas, Bondoyudo, Sintanur,
dan Batang Gadis.
§
Berikan
pupuk K untuk mengurangi kerusakan.
§
Monitor
pertanaman paling lambat 2 minggu sekali.
§
Bila
populasi hama di bawah ambang ekonomi gunakan insektisida botani atau jamur
entomopatogenik (Metarhizium annisopliae atau Beauveria bassiana).
§
Bila
populasi hama di atas ambang ekonomi gunakan insektisida kimiawi yang
direkomendasi.
c.
Penggerek batang
Stadia
tanaman yang rentan terhadap serangan penggerek batang adalah dari pembibitan
sampai pembentukan malai. Gejala kerusakan yang ditimbulkannya mengakibatkan
anakan mati yang disebut sundep pada tanaman stadia vegetatif, dan beluk (malai
hampa) pada tanaman stadia generatif. Siklus hidupnya 40-70 hari. Ambang
ekonomi penggerek batang adalah 10% anakan terserang; 4 kelompok telur per
rumpun (pada fase bunting). Bila populasi tinggi (di atas ambang ekonomi)
aplikasikan insektisida. Bila genangan air dangkal aplikasikan insektisida
butiran seperti karbofuran dan fipronil, dan bila genangan air tinggi
aplikasikan insektisida cair seperti dimehipo, bensultap, amitraz dan fipronil.
d.
Tikus
Pengendalian
hama tikus terpadu (PHTT) didasarkan pada pemahaman ekologi jenis tikus,
dilakukan secara dini, intensif dan terus menerus (berkelanjutan) dengan
memanfaatkan teknologi pengendalian yang sesuai dan tepat waktu. Pengendalian
tikus ditekankan pada awal musim tanam untuk menekan populasi awal tikus sejak
awal pertanaman sebelum tikus memasuki masa reproduksi. Kegiatan tersebut
meliputi gropyok masal, sanitasi habitat, pemasangan TBS (Trap Barrier
System) dan LTBS (Linier Trap Barrier System). Lakukan gropyokan
masal dengan melibatkan semua anggota kelompok tani. Gropyokan dapat berupa
pembongkaran sarang tikus pada habitat utama seperti sepanjang tanggul irigasi, pematang besar,
tanggul jalan, dan batas sawah dengan perkampungan. Pada daerah endemi tikus,
lindungi persemaian dengan memasang pagar plastik dan memasang dua bubu
perangkap untuk pesemaian berukuran 10 m x 10 m. Pada periode padi vegetatif,
sanitasi gulma pada habitat tikus, baik yang ada dihamparan sawah maupun
disekitar sawah agar tidak digunakan
sebagai sarang tikus. Bila populasi tikus masih tinggi, pasang LTBS di dekat
habitat utama dan dipindahkan setiap 5 hari, serta lakukan fumigasi sarang
tikus. Pada periode padi generatif, lakukan fumigasi asap belerang pada setiap
sarang aktif tikus, sanitasi gulma pada habitat utama dan pasang LTBS di dekat
habitat utama secara periodik.
e.
Walang sangit
Walang
sangit merupakan hama yang umum merusak bulir padi pada fase pemasakan. Fase pertumbuhan tanaman padi yang rentan terhadap
serangan walang sangit adalah dari keluarnya malai sampai matang susu.
Kerusakan yang ditimbulkannya menyebabkan
beras berubah warna dan mengapur, serta hampa.
Ambang
ekonomi walang sangit adalah lebih dari 1 ekor walang sangit per dua rumpun
pada masa keluar malai sampai fase pembungaan.
Cara
pengendaliannya adalah:
§
Kendalikan
gulma di sawah dan di sekitar pertanaman.
§
Pupuk
lahan secara merata agar pertumbuhan tanaman seragam.
§
Tangkap
walang sangit dengan menggunakan jaring sebelum stadia pembungaan.
§
Umpan
walang sangit dengan menggunakan ikan yang sudah busuk, daging yang sudah
rusak, atau dengan kotoran ayam.
§
Apabila
serangan sudah mencapai ambang ekonomi, lakukan penyemprotan insektisida.
§
Lakukan
penyemprotan pagi hari sekali atau sore hari ketika walang sangit berada di
kanopi.
f.
Penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB)
Penyakit
HDB disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv oryzae dengan
gejala penyakit berupa bercak berwarna kuning
sampai putih berawal dari terbentuknya garis lebam berair pada bagian tepi
daun. Cara pengendaliannya sebagai berikut :
§
Gunakan
varietas yang tahan seperti Conde dan Angke.
§
Gunakan
pupuk nitrogen sesuai dengan kebutuhan tanaman.
§
Bersihkan
tunggul-tunggul dan jerami-jerami yang terinfeksi.
§
Jarak
tanam jangan terlalu rapat.
§
Gunakan
benih atau bibit yang sehat.
Gambar 6. Tanaman padi
terserang Hawar Daun Bakteri
g.
Penyakit Blast
Blast
dapat menginfeksi tanaman padi pada semua stadia pertumbuhan.
Gejala khas pada daun yaitu bercak berbentuk belah ketupat, lebar ditengah dan
meruncing di kedua ujungnya. Ukuran bercak kira-kira 1-1,5 cm x 0,3-0,5 cm
berkembang menjadi berwarna abu-abu pada bagian
tengahnya. Bila infeksi terjadi pada ruas batang dan leher malai (neck
blast), akan merubah leher malai yang terinfeksi menjadi kehitam-hitaman
dan patah, mirip gejala beluk oleh penggerek batang.
Cara
pengendaliannya adalah:
§
Gunakan
varietas tahan blast secara bergantian.
§
Gunakan
pupuk nitrogen sesuai anjuran.
§
Upayakan
waktu tanam yang tepat, agar waktu awal pembungaan tidak banyak embun dan hujan
terusmenerus.
§
Gunakan
fungisida yang berbahan aktif metil tiofanat atau fosdifen dan kasugamisin.
§
Perlakuan
benih.
11. Penanganan Panen dan Pasca Panen.
Waktu
pemotongan padi sangat menentukan kualitas bulir padi, dan kualitas beras.
Panen terlalu cepat dapat menimbulkan persentase bulir hijau tinggi, panen
terlambat menyebabkan hasil berkurang karena bulir padi mudah terlepas atau
beras akan pecah saat digiling. Berikut adalah hal-hal yang perlu dilakukan
dalam kegiatan panen dan pasca panen:
- Potong padi dengan sabit bergerigi, 30-40 cm diatas permukaan tanah
- Gunakan perontok power thresher atau pedal thresher, perontok tradisional dapat mengakibatkan kehilangan hasil 18 %.
- Perontokan padi dilakukan segera setelah padi dipotong agar kualitas gabah dan beras giling tinggi, perontokan lebih dari 2 hari menyebabkan kerusakan beras.
- Gunakan terpal untuk alas penyimpanan padi yang sudah dipotong dan pada saat perontokan.
- Pengeringan :
·
Jemur
gabah di atas lantai jemur.
·
Ketebalan
gabah 5-7 cm.
·
Lakukan
pembalikan setiap 2 jam sekali.
·
Pada
musim hujan, gunakan pengering buatan.
·
Pertahankan
suhu pengering 50 º C untuk gabah konsumsi atau 42º C untuk mengeringkan benih.
- Penggilingan dan Penyimpanan
Untuk memperoleh
beras dengan kualitas tinggi, perhatikan waktu panen, sanitasi (kebersihan),
dan kadar air gabah ( 12-14 %).
Simpan gabah/beras
dalam wadah yang bersih dalam lumbung/gudang, bebas hama dan memiliki sirkulasi
usadara yang baik.
Simpan gabah pada
kadar air kurang dari 14 % untuk konsumsi dan kurang dari 13 % untuk benih.
Gabah yang sudah
disimpan dalam penyimpanan, jika akan digiling,dikeringkan terlebih dahulu sampai kadar air mencapai 12-14 %.
Sebelum digiling,
gabah yang baru dikeringkan tersebut diangin-anginkan terlebih dahulu untuk
menghindari butir pecah.
IV. ANALISA USAHATANI
Tabel 7. Analisis Biaya Dan Pendapatan
Usahatani Padi Sawah
Uraian
|
Inbrida
|
Hibrida
|
Pola Petani
|
A. Pengeluaran
|
|||
Sarana Produksi
|
|||
-
Benih
|
130.000
|
600.000
|
180.000
|
-
Pupuk buatan
|
770.000
|
812.000
|
1.023.000
|
-
Pupuk kandang
|
80.000
|
80.000
|
-
|
-
Pestisida
|
294.000
|
294.000
|
315.000
|
Tenaga Kerja
|
|||
-
Persiapan lahan
|
900.000
|
900.000
|
900.000
|
-
Penyemaian
|
40.000
|
40.000
|
40.000
|
-
Penanaman
|
570.000
|
570.000
|
480.000
|
-
Pemupukan
|
48.000
|
48.000
|
100.000
|
-
Penyemprotan
|
400.000
|
400.000
|
300.000
|
-
Panen
|
852.000
|
762.000
|
661.000
|
Jml Pengeluaran
|
4.084.000
|
4.506.000
|
3.999.000
|
B. PENERIMAAN
|
|||
-Produksi
(kg)
|
5.253
|
5.080
|
4.407
|
-
Harga (kg)
|
1.900
|
1.900
|
1.900
|
- Nilai Hasil (Rp)
|
9.980.700
|
9.652.000
|
8.373.300
|
R/C
ratio
|
2,44
|
2,14
|
2,09
|
DAFTAR
RUJUKAN
Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, 2007. Petunjuk
Teknis Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi, yang dimuat
dalam Lembar Informasi Pertanian Sinar Tani.
Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. 2005. Masalah
Lapang Hama, Penyakit, Hara Pada Padi. Kerja sama Balitpa, BP2TP, BPTP
Sumut, BPTP Jabar, BPTP Jateng, BPTP DIY, BPTP Jatim, BPTP NTB, BPTP Sulsel,
BPTP Kalsel, BPTP Kaltim dan IRRI.
Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. 1997. Hasil
Program Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Pangan. Hal. 63 – 71.
Satoto, Sudibyo TWU,
Bambang Sutaryo, dkk. 2007. Petunjuk Teknis Lapang Daerah Pengembangan
Dan Anjuran Budidaya Padi Hibrida, Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian,
Jakarta.43p.
Suprihatno B, Aan A.
Daradjat, Satoto, Baehaki, N. Widiarta, A. Setyono, S.D. Indrasari, O.S.
Lesmana, H. Sembiring. 2006. Deskripsi Varietas Padi, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi,
Sukamandi. 78p
Suyamto, Sarlan
Abdulrachman, I Putu Wardana, Hasil Sembiring, dan I Nyoman Widiarta. Petunjuk Teknis Lapang Pengelolaan Tanaman
Terpadu (Ptt) Padi Sawah Irigasi. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Jakarta. 40p.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar