Laman

"Wilujeng Sumping Di Website Resmi BP3K Sukahening" "BP3K Sebagai Gerbang Inovasi Teknologi Pertanian""Rempug Jukung Sauyunan Ngawangun Pertanian Sukahening"

Rabu, 15 April 2015

Pengelolaan Tanaman terpadu (PTT) Padi Sawah

 I.    PENDAHULUAN


Salah satu tantangan dalam pembangunan pertanian adalah adanya kecenderungan menurunnya produktivitas  lahan. Disisi lain sumberdaya alam terus menurun sehingga perlu diupayakan untuk tetap menjaga kelestariannya. Demikian pula dalam usahatani padi, agar usahatani padi dapat berkelanjutan, maka teknologi yang diterapkan harus memperhatikan faktor lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, sehingga agribisnis padi dapat berlanjut.
Selama ini produksi padi nasional masih mengandalkan sawah irigasi, namun ke depan bila hanya mengandalkan padi sawah irigasi akan menghadapi banyak kendala. Hal tersebut disebabkan banyaknya lahan sawah irigasi subur yang beralih fungsi ke penggunaan lahan non pertanian, tingginya biaya pencetakan lahan sawah baru dan berkurangnya debit air. Dilain pihak lahan kering tersedia cukup luas dan pemanfaatannya untuk pertanaman padi gogo belum optimal, sehingga ke depan produksi padi gogo juga dapat dijadikan andalan produksi padi nasional.
Salah satu strategi dalam upaya pencapaian produktivitas usahatani padi adalah penerapan inovasi teknologi yang sesuai dengan sumberdaya pertanian di suatu tempat (spesifik lokasi). Teknologi usahatani padi spesifik lokasi tersebut dirakit dengan menggunakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
Pengelolaan tanaman terpadu ( PTT ) merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil padi dan efisiensi  masukan produksi dengan memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara bijak.
Melalui usaha ini diharapkan (1) kebutuhan beras nasional dapat terpenuhi, (2) pendapatan petani padi dapat ditingkatkan, (3) usaha pertanian padi dapat terlanjutkan.
Penerapan PTT dalam intensifikasi padi merupakan penyempurnaan dari konsep sebelumnya yang dikembangkan untuk menunjang peningkatan hasil padi seperti Supra Insus. Bahkan Food and Agriculture Organization (FAO) telah mengadopsi Pengelolaan Tanaman Terpadu sebagai penyempurnaan dari Pengelolaan Hama Terpadu (PHT).
Ada empat prinsif dalam penerapan PTT :
1.     Terpadu : PTT merupakan suatu pendekatan agar sumber  daya tanaman, tanah dan air dapat dikelola dengan sebaik-baiknya secara terpadu.
2.     Sinergis: PTT memanfaatkan teknologi pertanian terbaik, dengan memperhatikan keterkaitan yang saling mendukung antar komponen teknologi.
3.     Spesifik lokasi: PTT memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial budaya dan ekonomi petani setempat.
4.     Partisipatif: berarti petani turut berperan serta dalam memilih dan menguji teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran dalam bentuk laboratorium lapangan.

Sedangkan Strategi PTT adalah sebagai berikut :
1.     Anjuran teknologi didasarkan pada bobot sumbangan teknologi terhadap peningkatan produktivitas tanaman, baik secara parsial maupun terintegrasi dengan komponen teknologi lainnya.
2.     Teknologi diperkenalkan dan diadopsi kepada petani secara bertahap.

Urutan anjuran teknologi produksi padi pada PTT adalah :
1.     Penggunaan varietas padi unggul atau varietas padi berdaya hasil tinggi dan atau bernilai ekonomi tinggi.
2.     Penggunaan benih bersertifikat dengan mutu bibit tinggi.
3.     Penggunaan pupuk berimbang spesifik lokasi.
4.     Penggunaan kompos bahan organik dan atau pupuk kandang sebagai pupuk dan pembenah tanah.
5.     Pengelolaan  bibit dan tanaman padi sehat melalui :
·         Pengaturan sistem tanam legowo, tegel, maupun sistem tebar benih langsung, dengan tetap mempertahankan populasi minimum.
·         Penggunaan bibit dengan daya tumbuh tinggi, cepat dan serempak yang diperoleh melalui pemisahan benih padi bernas (berisi penuh),
·         Penanaman bibit umur muda dengan jumlah bibit terbatas yaitu antara 1-3 bibit/lubang,
·         Pengaturan  pengairan dan pengeringan berselang, dan
·         Pengendalian gulma secara terpadu dengan menggunakan gasrok.
6.     Pengendalian hama dan penyakit dengan pendekatan terpadu.
7.     Penggunaan alat perontok gabah mekanis ataupun mesin.

Manfaat dan dampak dari penerapan PTT adalah sebagai berikut :
  1. PTT membantu memecahkan masalah pelandaian produktivitas (padi, jagung, kedelai)
  2. Intensifikasi (padi, jagung, kedelai) yang dikembangkan bersifat spesifik lokasi  bergantung pada kondisi sumberdaya pertanian di wilayah petani dan masalah yang akan diatasi (demand driven technology)
  3.  Komponen teknologi yang dirakit ditentukan oleh petani bersama penyuluh berdasarkan Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP) atau Pemahaman Masalah dan Peluang (PMP)
  4. Penerapan PTT diharapkan dapat meningkatkan stok pangan (beras, jagung, kedelai), pendapatan petani dan kelestarian lingkungan usahatani padi).

                                              II.    PERBEDAAN PTT DENGAN SRI (SYSTEM RICE OF INTENSIFICATION)


Pada dasarnya teknologi yang diterapkan oleh model PTT dan SRI sama, hanya strateginya berbeda.  Strategi SRI lebih dipusatkan pada penggunaan bahhan organik.  Penggunaan bahan organik yang diintegrasikan dengan teknik pengairan berkala akan mampu menyediakan hara untuk kebutuhan tanaman padi.  Namun bahan organik yang dibutuhkan cukup banyak yaitu sekitar 10 ton kompos/ha/musim, yang pada prakteknya sulit dipenuhi dalam sakala usaha padi yang luas dan akan menambah biaya tenaga kerja untuk aplikasinya.
Tujuan SRI dan PTT pada prinspinya juga sama yaitu untuk meningkatkan produksi dengan target segmen petani yang berbeda dan pengelola yang berbeda. 
Perbedaan antara PTT dan SRI adalah sebagai berikut : (1) pendekatan SRI berbentuk paket teknologi yang diyakini dapat diterapkan pada semua kondisi, (2) komponen teknologi SRI mudah diadopsi petani, (3) pendekatan pengembangan SRI adalah sistem belajar orang dewasa sehingga petani merasa diberi posisi yang tepat sebagai subyek perubahan.
Perbedaan lebih lanjut   dari PTT dan SRI adalah sebagai berikut : (1) PTT bertujuan meningkatkan produktivitas dan efisiensi input seperti benih, pupuk dan pestisida, (2) PTT diterapkan berdasarkan spesifik lokasi, (3) PTT berorientasi pada proses produksi rasional dan ramah lingkungan, (4) PTT menggunakan pendekatan keproyekan, dan (5) PTT menggunakan cara transfer teknologi satu arah.
Lebih jelasnya perbedaan komponen teknologi pada pendekatan SRI dan PTT dapat dilihat pada Tabel 1.


Tabel 1. Perbedaan Komponen Teknologi Pada Pendekatan SRI dan PTT

No
Perlakuan
SRI
PTT
1.      
Dosis Pupuk Anjuran
bahan organik 10 ton/ha
Sesuai Kepmen Pertanian No. 1, 2006. Pupuk anorganik dan pupuk organik, BWD dan PUTS atau petak omisi

2.      
Seleksi Benih
Pemilihan benih bernas dengan telur dan air garam
Pemilahan benih bernas dengan air garam atau ZA (3%)

3.      
Varietas
Varietas lokal atau unggul baru
Varietas unggul baru, varietas unggul tipe baru dan varietas unggul hibrida

4.      
Persemaian
Persemaian kering
Persemaian basah diaplikasi kompos, sekam dan pupuk

5.      
Tanam Bibit
7 – 14 HSS
10 – 21 HSS atau semuda mungkin; gunakan bibit umur agak tua di daerah endemis keong mas

6.      
Jumlah Bibit/ Lubang
1
1 – 3 bibit; bibit sesedikit mungkin

7.      
Jarak Tanam
30 cm x 30 cm atau lebih lebar
VUB/VUTB 20 cm x 20 cm

VUH 25 cm x 25 cm
Legowo 2:1; tanam benih langsung sesuai dengan keadaan lokasi

8.      
Hama Penyakit
Pengendalian hayati

Pestisida hayati dan pestisida nabati
Prinsip PHT

Bila perlu berdasarkan hasil monitoring dapat digunakan pestisida kimia, hayati dan nabati maupun kombinasinya.


9.      
Pengelolaan Gulma
Penyiangan mekanis/ landak 4 kali
Prinsip Pengendalian Gulma Terpadu (PGT) menggunakan landak dan bila perlu menggunakan herbisida kimia atau penyiangan

10.   
Pengairan
Tanah dipertahankan lembab hingga retak-retak selama vegetatif
pengairan berselang (intermitten irigation)
penggunaan air dengan sistem basah kering (AWD/ Alternate Wet dan Dry)

11.   
Penanganan Pasca Panen
gebot
Mesin perontok dan gebot disesuaikan dengan kondisi petani

12.   
Metode pendekatan
Pemahaman Ekologi Tanah (PET)
Partisipatory Rural Appraisal (PRA)

13.   
Kelembagaan
Pemberdayaan Kelompok
SIPT, KUAT, KUM


14.   
Pendekatan Diseminasi
Kelompok studi petani, individu, demplot
Kelompoktani, hamparan, demfarm

15.   
Hasil Gabah
6,9 – 8,5 ton/ha GKP *)
5,0 – 8,5 ton ton/ha GKG **)

16.   
Peningkatan Hasil
0,2 – 1,1 ton/ha
0,3 – 2,3 ton/ha

17.   
Pendapatan Bersih
Rp. 2.240.000,-
Rp. 4.580.000,-

Keterangan : *) hasil wawancara petani di Garut, diperoleh dari percobaan petani dari areal seluas 1000 – 2000 m2, pada sebagian saja lahan milik petani; **) hasil percobaan di 18 lokasi di 8 Propinsi.




                                                                       III.    PENINGKATAN HASIL MELALUI PENDEKATAN PTT


Budidaya padi model PTT pada prinsipnya memadukan berbagai komponen teknologi yang saling menunjang (sinergis) guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi usahatani.  Kemajuan teknologi seperti perakitan varietas baru, Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL), peningkatan monitoring hama/penyakit dan penggunaan bahan organik yang disertai dengan penerapan beberapa komponen teknologi yang saling menunjang (penyiangan dengan alat gasrok, pengairan berselang, penggunaan bibit tunggal dan cara tanam).  Sinergi antar komponen teknologi pada PTT dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Sinergisme Antar Komponen Teknologi Dalam  Penerapan Model PTT

Komponen Teknologi
Sinergi Dengan
Faktor Lain
Keterangan
Penyiangan dengan alat gasrok/landak
Cara pemupukan






Pemberian bahan organik
§ Pupuk dapat terbenam (deep placement), sehingga kehilangan hara berkurang
§ Gulma menjadi sumber hara
§ Aerasi tanah meningkat, pupuk lebih efisien

§ Suasana aerob mengurangi akumulasi bahan-bahan yang bersifat toksik didalam tanah
§ Suplai oksigen untuk perkembangan akar lebih baik.

Pengairan berselang
Pertumbuhan akar
§ Perkembangan akar lebih pesat dan lebih dalam
§ Penyerapan hara menjangkau lapisan tanah lebih dalam
§ Tanaman tahan rebah pada saat musim hujan karena akar yang kokoh, dan terhindar dari penyakit kuning (yellowing syndrome) karena kelembaban berkurang


Absorpsi oksigen oleh akar
§ Suplai oksigen untuk respirasi akar meningkat , perkembangan perakaran ke lapisan tanah lebih dalam, akibatnya tanaman tumbuh lebih kokoh dan pembenetukan anakan lebih banyak


Serangan hama dan penyakit
§ Perkembangan hama dan penyakit terutama wereng coklat dan penggerek batang (hama tanaman) serta penyakit kresek (HDB) terhambat dengan penerapan irigasi berselang  karena kelembaban lingkungan mikro berkurang


Penggunaan bibit muda
§ Mengurangi stress tanaman, recovery bibit lebih cepat akibatnya pembentukan anakan lebih banyak

Penggunaan bibit tunggal/lubang tanam
Persaingan antar tanaman
§ Persaingan antar individu tanaman berkurang .  anakan lebih banyak, penggunaan benih menurun (25 menjadi 15 kg/ha)

Cara tanam legowo
Serangan hama dan penyakit
§ Gangguan hama tikus berkurang
§ Sirkulasi udara antar lebih baik, sehingga mengurangi serangan penyakit
§ Wereng hijau tidak meneyebar, mengurangi serangan penyakit tungro
§ Perawatan tanaman lebih mudah dan efisien

Penggunaan bahan organik
Pemupukan
§ Fisik, kimia dan biologi tanah diperbaiki
§ Efisiensi penggunaan pupuk anorganik meningkat (sekitar 30 %)
§ Serangga netral meningkat, sebagai mangsa musuh alami.


Adapun alternatif komponen teknologi  yang dapat diintroduksikan dalam pengembangan model PTT secara rinci sebagai berikut :

1.     Varietas Unggul
Varietas padi merupakan salah satu teknologi utama yang mampu meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani.Dengan tersedianya varietas padi yang telah dilepas pemerintah,kini petani dapat memilih varietas yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat,berdaya hasil dan berjual nilai tinggi.Varietas padi merupakan teknologi yang paling mudah disdopsi petani karena teknologi ini murah dan penggunaanya sangat praktis.
Pada tabel 1 disajikan varietas-varietas padi yang paling luas ditanam petani di beberapa propinsi.

Tabel 1.  Daftar varietas padi yang umumnya ditanam di berbagai provinsi.

Varietas
Hasil
Ton/ha)
Umur
Tanaman
(hari )
Ketahanan
Terhadap
Hama/penyakit
Kandungan
amilosa
IR 64
5,0
115
BPH 1 2
Sedang
Ciherang
8,5
125
BPH2,3, BLB
Sedang
Ciliwung
4,8
121
BPH 1,2 BLB
Sedang
Way Apo Buru
8,0
125
BPH 1,2 BLB
Sedang
IR 42
5,5
145
BPH 1,2
Tinggi
Widas
7,0
120
BPH 1,2,3 BLB
Sedang
Membramo
6,5
120
BPH 1,2,3 BLB
Rendah
Cisadane
5,5
120
BPH 1,3
Sedang
IR 66
5,0
120
BPH 1,2,3, RTV
tinggi
BPH = ( Wereng Coklat )  
B = Blast

2.     Benih Bermutu
Penggunaan benih bersertifikat dan benih dengan vigor tinggi sangat disarankan,karena :
a.     Benih bermutu akan menghasilkan bibit yang sehat dengan akar yang banyak,
b.    Benih yang baik akan menghasilkan perkecambahan dan pertumbuhan yang seragam,
c.     Ketika ditanam pindah,bibit dari benih yang baik dapat tumbuh lebih cepat dan tegar,dan
d.    Benih yang akan memperoleh hasil yang tinggi.

Untuk daerah yang sering terserang hama penggerek batang,perlakuan benih dengan pestisida berbahan fipronil.Perlakuan pestisida ini juga dapat membantu mengendalikan keong mas.

3.     Bibit Muda.
Bibit lebih muda akan menghasilan anakan lebih tinggi dibandingkan dengan bibit tua untuk mendapatkan bibit yang petumbuhannya lebih baik perhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.     Persiapan Pembibitan
Benih dipilih yang betul-betul bernas, kemudian cuci dengan air bersih supaya terbebas dari sisa pupuk atau garam, kemudian direndam selama 24 jam dan selanjutnya ditiriskan selama 48 jam.
Bedengan pembibitan dibuat dengan lebar 1,0 – 1,2 m dengan panjang bervariasi menurut keadaan tanah, dengan luas pembibitan 400 m². dengan kebutuhan benih/ha 20-25 kg. diusahakan lokasi pembibitan dekat dengan sumber air dan memiliki drainase yang baik
b.    Gunakan Bahan Organik pada Pembibitan
Campuran kompos terhadap media semai sebanyak 2 kg untuk setiap m². disamping memberikan unsur hara juga dapat memudahkan  pencabutan bibit sehingga kerusakan akar bisa berkurang.



Gambar 1. Bibit Siap Tanam 

c.     Lindungi bibit padi dari serangan hama
Tikus paling suka terhadap benih yang baru disebar, maka pencegahannya yaitu dengan cara pembibitan dipagari dengan plastik  kemudian pasang bubu perangkap pada pagar plastik untuk mengendalikan tikus sejak dini.




4.     Jumlah Bibit dan Sistem Tanam ( Populasi )
Direkomendasikan menanam bibit per rumpun dengan jumlah yang lebih sedikit.Jumlah bibit yang ditanam tidak lebih dari 3 bibit per rumpun. Lebih banyak jumlah bibit per rumpun,lebih tinggi kompetisi antar bibit  (tanaman) dalam satu rumpun.


Gambar 2. Tanam (Tandur)

Gunakan jarak tanam beraturan seperti pada model tegel : 20 x 20 cm, 25 x 25 cm. apabila sistem legowo 4 : 1 dengan jarak tanam (20 x 10 cm) x 40 cm contoh legowo  2 : 1 (40 x 20 x 10 cm). Cara tanam berselang- seling 2 baris dan 1 baris kosong.
Keuntungan sistem jajar legowo adalah :
  1. semua barisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir yang biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanam pinggir  pengendalian hama penyakit dan gulma lebih mudah
  2. menyediakan ruangan kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpul keong mas, atau untuk mina padi.
  3. penggunaan pupuk lebih berdaya guna.

Rumpun  yang hilang karena tanaman mati, terlewat ditanami, atau rusak karena hama segera ditanami ulang tidak lewat dari 14 HST. Bibit yang ditanam berasal dari bibit yang sama yang digunakan untuk tanam sebelumnya.


Gambar 3. Sistem Tanam Legowo 2:1 
Tabel 2. Populasi tanaman per hektar pada berbagai jarak tanam
No
Cara Tanam
Populasi tanaman tiap hektar
% terhadap populasi model tegel
1
Tegel 20 x 20 cm
250.000
100
2
Tegel 22 x 22 cm
206.661
100
3
Tegel 25 x 25 cm
160.000
100
4
Legowo 2:1 (10 x 20 cm)
333.333
133
5
Legowo 3:1 (10 x 20 cm)
375.000
150
6
Legowo 4:1 (10 x 20 cm)
400.000
160
7
Legowo 2:1 (12,5 x 25 cm)
213.000
133
8
Legowo 3:1 (12,5 x 25 cm)
240.000
150
9
Legowo 4:1 (12,5 x 25 cm)
256.000
160

5.     Pemupukan N berdasar Bagan Warna Daun ( BWD )
Kebutuhan N tanaman dapat diketahui dengan cara mengukur tingkat kehijauan warna daun padi menggunakan Bagan Warna Daun (BWD).


Gambar 4. Bagan Warna Daun (BWD)

Pembacaan BWD adalah sbb:
  • Apabila warna daun berada pada skala 3 BWD, gunakan 75 kg urea/ha bila tingkat hasil 5 ton/ha GKG. Tambahkan 25 kg urea untuk kenaikan setiap kenaikan 1 ton/ha
  • Apabila warna daun mendekati skala 4 BWD, gunakan 50 kg urea/ha bila tingkat hasil 5 ton/ha GKG. Tambahkan 25 kg urea untuk kenaikan setiap kenaikan 1 ton/ha.
  • Apabila warna daun pada skala 4 BWD atau mendekati skala 5 BWD tanaman tidak perlu dipupuk N bila tingkat hasil 5-6 ton/ha GKG. Tambahkan 50 kg/ha urea jika tingkat hasil di atas 6 ton/ha.  Selanjutnya gunakan Tabel 3 untuk menyesuaikan kebutuhan pupuk N berdasar rata-rata tingkat hasil.
Penggunaan BWD untuk menentukan waktu aplikasi pupuk N bisa dilakukan dengan 2 cara :
  1. Waktu tetap (fixed time) yaitu waktu pemupukan ditetapkan lebih dahulu berdasarkan tahap pertumbuhan tanaman, antara lain fase pada saat anakan aktif dan pembentukan malai atau saat primordia. Nilai pembacaan BWD digunakan untuk mengoreksi dosis pupuk N yang telah ditetapkan sehingga menjadi lebih tepat sesuai dengan kondisi tanaman.
  2. Berdasarkan Nilai pembacaan BWD yang sebenarnya (real time ), yaitu penggunaan BWD dimulai ketika tanaman 14 HST, kemudian secara periodik diulang 7-10 hari sekali sampai diketahui nilai L/kritis saat pupuk N harus diaplikasikan. Untuk kondisi Indonesia disarankan untuk menggunakan fixed time.

Contoh waktu tetap :

                                                Anakan    Primordia
Aktif
                         Dasar                                                  keluar malai        panen
     Transplanting         Ke 1                Ke 2               ke 3

   -20       -10         0        10         20          30          40         50         60        70         80        90       100 HST


Dasar ke -1
sblm 14 HST

Ke-2
23 – 29 HST

Ke-3
38 – 42 HST


30 kg N/ha

Berdasarkan BWD, kg Urea/ha

Berdasarkan BWD, kg Urea/ha
Musim hasil tinggi
Target hasil 7 t/ha

BWD > 4
75

BWD > 4
125

BWD = 4
100

BWD = 4
125

BWD >4
125

BWD >4
175









0-20 kg N/ha

Berdasarkan BWD, kg Urea/ha

Berdasarkan BWD, kg Urea/ha
Musim hasil rendah
Target hasil  6 t/ha

BWD > 4
50

BWD > 4
75

BWD = 4
75

BWD = 4
100

BWD >4
100

BWD >4
125


6.     Pemupukan P dan K berdasarkan Status Hara Tanah.
Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) dan Petak Omisi.
PUTS merupakan suatu perangkat untuk mengukur hara P, K dan pH tanah yang dapat dikerjakan secara langsung di lapangan dengan relatif cepat, mudah, dan cukup akurat. Prinsif kerja PUTS ini adalah untuk mengukur hara  P dan K tanah yang terdapat dalam bentuk tersedia, secara semi kuantitatif dengan metode kolorimetri (pewarnaan ). Pengukuran status P dan K tanah dikelompokan menjadi tiga katagori yaitu rendah (R), sedang (S), dan tinggi (T). dari masing-masing kelas status P dan K tanah sawah telah dibuatkan acuan pemupukan P (dalam bentuk SP-36) dan K (dalam bentuk KCl). Tabel 2 memuat acuan umum pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah.
Mengingat bahwa sekitar 80 % kalium yang terserap tanaman berada pada jerami, maka cara pengelolaan jerami sehabis panen sangat menentukan dosis pupuk kalium yang harus digunakan.


Gambar 5. PUTS (Perangkat Uji Tanah Sawah)


Pemecahan Masalah Kesuburan Tanah
Belum optimalnya hasil tanaman padi pada beberapa lahan sawah di beberapa daerah dapat disebabkan oleh kahat beberapa hara seperti belerang (S), seng (Zn) dan tembaga (Cu). Untuk mengatasi adanya kendala tersebut maka perlu diukur tingkat kemasaman tanah (pH) dan analisa.



Tabel  3.a. Acuan Umum Pemupukan fosfor pada tanaman padi sawah

Kelas Status
hara P tanah
Kadar hara terekstrak
HCl 25 % (mg P2O5/100 g)
Dosis acuan pemupukan P (kg SP-36/ha)
Rendah
< 20
100
Sedang
20 – 40
75
Tinggi
> 40
50

Tabel  3.b. Acuan Umum Pemupukan kalium  pada tanaman padi sawah dengan dan tanpa jerami padi

Kelas Status
hara K tanah
Kadar hara terekstrak
HCl 25 % (mg P2O5/100 g)
Dosis acuan pemupukan P (kg SP-36/ha)
Rendah
< 20
100
Sedang
10 – 40
50
Tinggi
> 20
50
Tanah sebagai indikator kebutuhan hara tanaman seperti disajikan pada tabel 4, 5 dan 6.

Tabel 4. Acuan Umum Pemupukan Kalium sesuai dengan target hasil yang ingin dicapai dankemampuan suplai K tanah (apabila seluruh jerami dikembalikan )

Target hasil (t/ha)
4
5
6
7
8
Hasil Omision-K (t/ha)
Dosisi Acuan pemupukan K (kg KCl/ha)
3
50
100
150


4
0
50
100
150

5

0
50
100
150
6


20
60
120
7



40
90
8




60


Tabel 5. Kebutuhan Pupuk S tanaman padi sawah

pH tanah
Nilai Uji S tanah (esktraksi 0,5 M (CaHPO4)
< 10 ppm S
> 10 ppm S
> 6,5
10 kg serbuk S/ha atau 50 kg ZA/ha, sebagai pupuk dasar menggantikan pupuk dasar Urea.
Tidak perlu diberi S
6,0 – 6,5
5 kg serbuk S/ha atau 20 kg ZA/ha, sebagai pupuk dasar melengkapi pupuk dasar urea.
Tidak perlu diberi S
< 6,0
20 kg ZA/ha, sebagai pupuk dasar menggantikan pupuk dasar urea
Tidak perlu diberi S

Tabel 6. Kebutuhan pupuk Zn tanaman padi sawah

pH tanah
Nilai Uji Zn tanah (esktraksi 1 N HCl )
< 10 ppm Zn
> 10 ppm Zn
> 6,5
5 kg ZnSO4, diberikan sebagai pupuk dasar, caranya dilarutkan dalam 250 liter air/ha disemprotkan ke tanah sewaktu perataan tanah atau dicampur rata dengan pupuk SP 36 yang juga diberikan sebagai pupuk dasar.

Pemberian Zn melalaui daun, yaitu 2,5 kg ZnSO4 dilarutkan dalam 250 liter air/ha, disemprotkan ke tanaman padi fase vegetatif akhir.
6,0 – 6,5
2,5 kg ZnSO4, diberikan sebagai pupuk dasar, caranya dilarutkan sebagai pupuk dasar, caranya dilarutkan dalam 250 liter air/ha. Disemprotkan ke tanah sewaktu perataan tanah atau dicampur rata dengan pupuk SP-36 yang juga diberikan sebagai pupuk dasar.

Bibit padi dicelupkan  sebelum ditanam pada larutan 1 % ZnSO4 selama 2 menit.
< 6,0
Bibit padi dicelupkan sebelum ditanam pada larutan 1 % ZnSO4 selama 2 menit
Tidak perlu diberi Zn


Keracunan Besi ( Fe)
Keracunan besi pada tanaman padi terjadi karena tingginya konsentrasi Fe dalam larutan tanah. Tanaman muda yang baru di tanam di lapangan sering terpengaruh oleh tingginya konsentrasi ion fero (Fe²+) setelah lahan digenangi. Warna hitam Fe-Sulfida di akar merupakan tanda kondisi sangat reduktif dan tanaman keracunan Fe. Drainase dapat menanggulangi keracunan Fe.


7.     Bahan Organik
Pupuk organik dalam bentuk yang telah dikomposkan berperan penting dalam perbaikan sifat kimia,fisika dan biologi tanah serta sumber nutrisi tanaman.Pupuk organik yang dikomposkan telah melalui proses dekomposisi yang dilakukan oleh beberapa macam mikroba baik dalam kondisi aerob maupun anaerob sehingga mudah diserap oleh tanaman.
Sumber bahan organik seperti sisa-sisa tanaman (jerami, batang, dahan), sampah rumah tangga, kotoran ternak ( sapi, domba, ayam ), arang sekam, abu dapur. Secara umum kandungan nutrisi hara dalam pupuk organik tergolong rendah dan agak lambat tersedia, sehingga diperlukan dalam jumlah cukup banyak.

8.     Pengairan Berselang
Pengairan berselang (Intermitten) ditujukan untuk pengaturan kondisi lahan dalam keadaan kering dan tergenang secara bergantian.
Tujuan pengairan berselang adalah:
  1. Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi lebih luas
  2. Memberi kesempatan akar tanaman memperoleh udara lebih banyak sehingga dapat berkembang lebih dalam. Akar yang dalam dapat menyerap unsur hara dan air yang lebih banyak.
  3. Mencegah timbulnya keracunan besi.
  4. Mencegah penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat perkembangan akar.
  5. Mengaktifkan jasad renik (mikroba tanah) yang bermanfaat.
  6. Mengurangi kerebahan
  7. Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai dan gabah).
  8. Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen
  9. Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah)
  10. Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama wereng coklat dan penggerek batang serta mengurangi kerusakan tanaman padi karena hama tikus.
Cara pengelolaannya adalah sebagai berikut :
  1. Lakukan teknik pergiliran pengairan dalam satu musim tanam. Bibit ditanam pada kondisi tanah jenuh air dan petak sawah baru diairi lagi setelah 3-4 hari. Pengelolaan air selanjutnya diatur sebagai berikut  :
1)     lakukan pergiliran air selang 3 hari. Tinggi genangan pada hari pertama lahan diairi sekitar 3 cm dan selama 2 hari berikutnya tidak ada penambahan air. Lahan sawah diairi lagi pada hari ke-4. cara pengairan ini berlangsung sampai fase anakan maksimal.
2)     Mulai dari fase pembentukan malai sampai pengisian biji, petakan sawah digenangi terus.
3)     Sekitar 10-15 hari sebelum tanaman sipanen, petakan dikeringkan.
  1. Lakukan pengairan berdasar ketersediaan air. Perhatikan ketersediaan air selama musim tanam. Apabila sumber air tidak cukup menjamin selama satu musim, maka lakukan pengairan bergilir dengan periode lebih lama sampai selang 5 hari.
  2. Lakukan pengairan dengan mempertimbangkan sifat fisik tanah. Pada tanah berpasir dan cepat menyerap air, waktu pergiliran pengairan harus diperpendek.

9.     Pengendalian Gulma Secara Terpadu
Gulma dikendilakan dengan cara pengolahan tanah sempurna, mengatur air di petak sawah, menggunakan benih padi bersertifikat, hanya menggunakan kompos sisa tanaman dan kompos pupuk kandang, dan ,menggunakan herbisida apabila enfestasi gulma sudah tinggi. Pengendalian gulma secara mekanis seperti dengan gasrok sangat dianjurkan, oleh karena cara sinergis dengan pengelolaan lainnya. Namun cara ini hanya efektif dilakukan apabila kondisi air di petakan sawah macak-macak atau tanah jenuh air.

10.  Pengendalian Hama dan Penyakit secara Terpadu
Pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) merupakan pendekatan pengendalian yang memperhitungkan faktor ekologi sehingga pengendalian dilakukan agar tidak terlalu mengganggu keseimbangan alami dan tidak menimbulkan kerugian besar. PHT merupakan paduan  berbagai cara pengendalian hama dan penyakit, diantaranya melakukan monitoring populasi hama dan kerusakan tanaman sehingga penggunaan teknologi pengendalian dapat lebih tepat.
Hama yang sering menyerang tanaman padi sawah adalah :
a.     Keong Mas
Waktu kritis untuk pengendalian keong mas adalah pada saat 10 HST pindah, atau 21 HSS benih (semai basah). PHT pada keong mas dilakukan sepanjang pertanaman dengan rincian sebagai berikut:
§  Pratanam: Ambil keong mas dan musnahkan sebagai cara mekanis.
§  Persemaian: Ambil keong mas dan musnahkan, sebar benih lebih banyak untuk sulaman dan bersihkan saluran air dari tanaman air seperti kangkung.
§  Stadia vegetatif: Tanam bibit yang agak tua (>21 hari) dan jumlah bibit lebih banyak, keringkan sawah sampai 7 HST, tidak aplikasi herbisida sampai 7 HST, ambil keong mas dan musnahkan, pasang saringan pada pemasukan air, umpan dengan menggunakan daun talas dan pepaya, pasang ajir agar siput bertelur pada ajir, ambil dan musnahkan telur siput pada tanaman dan Aplikasikan pestisida anorganik dan nabati seperti  saponin dan rerak sebanyak 20-50 kg/ha sebelum tanam pada caren.
§  Stadia generatif dan setelah panen: Ambil keong mas dan musnahkan, dan gembalakan itik setelah padi panen

b.    Wereng Coklat
Wereng coklat menyukai pertanaman yang dipupuk nitrogen tinggi dengan jarak tanam rapat. Ambang ekonomi hama ini adalah 15 ekor per rumpun. Siklus hidupnya 21-33 hari. Cara pengendaliannya sbb:
§  Gunakan varietas tahan wereng coklat, seperti: Ciherang, Kalimas, Bondoyudo, Sintanur, dan Batang Gadis.
§  Berikan pupuk K untuk mengurangi kerusakan.
§  Monitor pertanaman paling lambat 2 minggu sekali.
§  Bila populasi hama di bawah ambang ekonomi gunakan insektisida botani atau jamur entomopatogenik (Metarhizium annisopliae atau Beauveria bassiana).
§  Bila populasi hama di atas ambang ekonomi gunakan insektisida kimiawi yang direkomendasi.

c.     Penggerek batang
Stadia tanaman yang rentan terhadap serangan penggerek batang adalah dari pembibitan sampai pembentukan malai. Gejala kerusakan yang ditimbulkannya mengakibatkan anakan mati yang disebut sundep pada tanaman stadia vegetatif, dan beluk (malai hampa) pada tanaman stadia generatif. Siklus hidupnya 40-70 hari. Ambang ekonomi penggerek batang adalah 10% anakan terserang; 4 kelompok telur per rumpun (pada fase bunting). Bila populasi tinggi (di atas ambang ekonomi) aplikasikan insektisida. Bila genangan air dangkal aplikasikan insektisida butiran seperti karbofuran dan fipronil, dan bila genangan air tinggi aplikasikan insektisida cair seperti dimehipo, bensultap, amitraz dan fipronil.

d.     Tikus
Pengendalian hama tikus terpadu (PHTT) didasarkan pada pemahaman ekologi jenis tikus, dilakukan secara dini, intensif dan terus menerus (berkelanjutan) dengan memanfaatkan teknologi pengendalian yang sesuai dan tepat waktu. Pengendalian tikus ditekankan pada awal musim tanam untuk menekan populasi awal tikus sejak awal pertanaman sebelum tikus memasuki masa reproduksi. Kegiatan tersebut meliputi gropyok masal, sanitasi habitat, pemasangan TBS (Trap Barrier System) dan LTBS (Linier Trap Barrier System). Lakukan gropyokan masal dengan melibatkan semua anggota kelompok tani. Gropyokan dapat berupa pembongkaran sarang tikus pada habitat utama seperti  sepanjang tanggul irigasi, pematang besar, tanggul jalan, dan batas sawah dengan perkampungan. Pada daerah endemi tikus, lindungi persemaian dengan memasang pagar plastik dan memasang dua bubu perangkap untuk pesemaian berukuran 10 m x 10 m. Pada periode padi vegetatif, sanitasi gulma pada habitat tikus, baik yang ada dihamparan sawah maupun disekitar sawah agar tidak  digunakan sebagai sarang tikus. Bila populasi tikus masih tinggi, pasang LTBS di dekat habitat utama dan dipindahkan setiap 5 hari, serta lakukan fumigasi sarang tikus. Pada periode padi generatif, lakukan fumigasi asap belerang pada setiap sarang aktif tikus, sanitasi gulma pada habitat utama dan pasang LTBS di dekat habitat utama secara periodik.

e.     Walang sangit
Walang sangit merupakan hama yang umum merusak bulir padi pada fase pemasakan. Fase pertumbuhan tanaman padi yang rentan terhadap serangan walang sangit adalah dari keluarnya malai sampai matang susu. Kerusakan yang ditimbulkannya menyebabkan beras berubah warna dan mengapur, serta hampa.
Ambang ekonomi walang sangit adalah lebih dari 1 ekor walang sangit per dua rumpun pada masa keluar malai sampai fase pembungaan.
Cara pengendaliannya adalah:
§  Kendalikan gulma di sawah dan di sekitar pertanaman.
§  Pupuk lahan secara merata agar pertumbuhan tanaman seragam.
§  Tangkap walang sangit dengan menggunakan jaring sebelum stadia pembungaan.
§  Umpan walang sangit dengan menggunakan ikan yang sudah busuk, daging yang sudah rusak, atau dengan kotoran ayam.
§  Apabila serangan sudah mencapai ambang ekonomi, lakukan penyemprotan insektisida.
§  Lakukan penyemprotan pagi hari sekali atau sore hari ketika walang sangit berada di kanopi.

f.      Penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB)
Penyakit HDB disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv oryzae dengan gejala penyakit berupa bercak berwarna kuning sampai putih berawal dari terbentuknya garis lebam berair pada bagian tepi daun. Cara pengendaliannya sebagai berikut :
§  Gunakan varietas yang tahan seperti Conde dan Angke.
§  Gunakan pupuk nitrogen sesuai dengan kebutuhan tanaman.
§  Bersihkan tunggul-tunggul dan jerami-jerami yang terinfeksi.
§  Jarak tanam jangan terlalu rapat.
§  Gunakan benih atau bibit yang sehat.

Gambar 6. Tanaman padi terserang Hawar Daun Bakteri

g.     Penyakit Blast
Blast dapat menginfeksi tanaman padi pada semua stadia pertumbuhan. Gejala khas pada daun yaitu bercak berbentuk belah ketupat, lebar ditengah dan meruncing di kedua ujungnya. Ukuran bercak kira-kira 1-1,5 cm x 0,3-0,5 cm berkembang menjadi berwarna abu-abu pada bagian  tengahnya. Bila infeksi terjadi pada ruas batang dan leher malai (neck blast), akan merubah leher malai yang terinfeksi menjadi kehitam-hitaman dan patah, mirip gejala beluk oleh penggerek batang.
Cara pengendaliannya adalah:
§  Gunakan varietas tahan blast secara bergantian.
§  Gunakan pupuk nitrogen sesuai anjuran.
§  Upayakan waktu tanam yang tepat, agar waktu awal pembungaan tidak banyak embun dan hujan terusmenerus.
§  Gunakan fungisida yang berbahan aktif metil tiofanat atau fosdifen dan kasugamisin.
§  Perlakuan benih.


11.  Penanganan Panen dan Pasca Panen.
Waktu pemotongan padi sangat menentukan kualitas bulir padi, dan kualitas beras. Panen terlalu cepat dapat menimbulkan persentase bulir hijau tinggi, panen terlambat menyebabkan hasil berkurang karena bulir padi mudah terlepas atau beras akan pecah saat digiling. Berikut adalah hal-hal yang perlu dilakukan dalam kegiatan panen dan pasca panen:
  1. Potong padi dengan sabit bergerigi, 30-40 cm diatas  permukaan tanah
  2. Gunakan perontok power thresher atau pedal thresher, perontok tradisional dapat mengakibatkan kehilangan hasil 18 %.
  3. Perontokan padi dilakukan segera setelah padi dipotong agar kualitas gabah dan beras giling tinggi, perontokan lebih dari 2 hari menyebabkan kerusakan beras.
  4. Gunakan terpal untuk alas penyimpanan padi yang sudah dipotong dan pada saat perontokan.
  5. Pengeringan :
·         Jemur gabah di atas lantai jemur.
·         Ketebalan gabah 5-7 cm.
·         Lakukan pembalikan setiap 2 jam sekali.
·         Pada musim hujan, gunakan pengering buatan.
·         Pertahankan suhu pengering 50 º C untuk gabah konsumsi atau 42º C untuk mengeringkan benih.
  1. Penggilingan dan Penyimpanan
Untuk memperoleh beras dengan kualitas tinggi, perhatikan waktu panen, sanitasi (kebersihan), dan kadar air gabah ( 12-14 %).
Simpan gabah/beras dalam wadah yang bersih dalam lumbung/gudang, bebas hama dan memiliki sirkulasi usadara yang baik.
Simpan gabah pada kadar air kurang dari 14 % untuk konsumsi dan kurang dari 13 % untuk benih.
Gabah yang sudah disimpan dalam penyimpanan, jika akan digiling,dikeringkan  terlebih dahulu sampai kadar  air mencapai 12-14 %.
Sebelum digiling, gabah yang baru dikeringkan tersebut diangin-anginkan terlebih dahulu untuk menghindari butir pecah.


                                                                                                     IV.    ANALISA USAHATANI

Tabel 7. Analisis Biaya Dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah

Uraian
Inbrida
Hibrida
Pola Petani
A. Pengeluaran



Sarana Produksi



- Benih
130.000
600.000
180.000
- Pupuk buatan
770.000
812.000
1.023.000
- Pupuk kandang
80.000
80.000
-
- Pestisida
294.000
294.000
315.000
Tenaga Kerja



- Persiapan lahan
900.000
900.000
900.000
- Penyemaian
40.000
40.000
40.000
- Penanaman
570.000
570.000
480.000
- Pemupukan
48.000
48.000
100.000
- Penyemprotan
400.000
400.000
300.000
- Panen
852.000
762.000
661.000
Jml Pengeluaran
4.084.000
4.506.000
3.999.000




B. PENERIMAAN



-Produksi (kg)
5.253
5.080
4.407
- Harga (kg)
1.900
1.900
1.900
- Nilai Hasil (Rp)
9.980.700
9.652.000
8.373.300
R/C ratio
2,44
2,14
2,09


















DAFTAR RUJUKAN


Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, 2007.  Petunjuk Teknis Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi, yang dimuat dalam Lembar Informasi Pertanian Sinar Tani.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2005. Masalah Lapang Hama, Penyakit, Hara Pada Padi. Kerja sama Balitpa, BP2TP, BPTP Sumut, BPTP Jabar, BPTP Jateng, BPTP DIY, BPTP Jatim, BPTP NTB, BPTP Sulsel, BPTP Kalsel, BPTP Kaltim dan IRRI.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 1997. Hasil Program Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Pangan. Hal. 63 – 71.

Satoto, Sudibyo TWU, Bambang Sutaryo, dkk. 2007.  Petunjuk Teknis Lapang Daerah Pengembangan Dan Anjuran Budidaya Padi Hibrida, Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian, Jakarta.43p.

Suprihatno B, Aan A. Daradjat, Satoto, Baehaki, N. Widiarta, A. Setyono, S.D. Indrasari, O.S. Lesmana, H.  Sembiring. 2006. Deskripsi Varietas Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. 78p

Suyamto, Sarlan Abdulrachman, I Putu Wardana, Hasil Sembiring, dan I Nyoman Widiarta. Petunjuk Teknis Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (Ptt) Padi Sawah Irigasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. 40p.

Zulkifi Zaini, Diah WS, dan Mahyuddin Syam. 2004. Petunjuk Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor. 57p

Tidak ada komentar:

Posting Komentar